Rabu, April 08, 2009

KESOMBONGAN DAN KUTUKAN WALI HANYA MASALAH SEPELE

Percakapan terjadi antara Sunan Bonang / utusan Arab yang gersang dengan Dang Hyang / Danyang kota Kadiri, "Jika Demikian Andika memberi hukuman yang tidak seimbang dengan kesalahannya". Berapa banyak orang yang telah menderita karena tak mendapat air atau kekeringan, apakah mau di buat seperti di tanah arab, kering dan gersang, dan lagi banyak orang yang menderita karena sawahnya tiba-tiba di terjang aliran sungai. Dan kutukan bagi mereka yang sampai terlambat membangun rumah tangga atau terlambat kawin. Tidakkah andika meras iba hati ?". Jadi andika termasuk orang yang suka menganiaya orang lain. Suka membuat susah orang lain. " Apakah Andika tidak takut kepada yang memerintah alam dan seisinya ini ?". Padahal wali itu katanya kekasih Pangeran, tetapi mengapa suka menyengsarakan orang lain?. Jika demikian wali itu malah tetap musuh Pangeran. Buktinya andika suka menganiaya orang sesamanya. Dan lagi apa perlunya andika membujuk orang-orang Jawa agar memeluk agama Islam yang notabene di bawa pedagang yang singgah karena terusir dari negerinya sana yang memang di kenal Jahilliyah. Arca-arca pepunden di kepruk dan candi-candi di rusak, kitab-kitab atau tulisan-tulisan lontar, keropak di musnakan. Padahal memeluk agama itu tidak dapat di paksakan, terserah kepada kehendak mereka. Jadi tak dapat di paksakan seperti kehendak wali-wali. Itu namanya bertindak sewenang-wenang. Lagipula agama yang lama di tanah Jawa ini sudah utama sekali, ajarannya baik sekali. Cara menjalankannya harus berendah hati, sabar, tidak sombong, bertapa maksudnya menahan hawa nafsu, harus kasih sayang terhadap sesamanya, juga kasih sayang terhadap sesama hidup lainnya, harus adil, berbudi luhur dan suka memaafkan kesalahan orang lain dan merasa bersaudara dengan sesamanya (kenyataannya sekarang sesama islam saja bermusuhan hanya beda pemahaman dan saling mencela sesat hingga terjadi korban harta dan jiwa) .

FAHAM ARAB TIDAK COCOK DITERAPKAN DI NUSANTARA

Judul ini memang sangat cocok sekali di terapkan di blooger karena memang hampir tidak sesuai dengan keadaan di bumi nusantara, yang sangat kaya akan hasil bumi, laut, hutan, suku, ras, keyakinan, orangnya cantik-cantik yang perempuan, ganteng-ganteng yang lakinya, sopan-santun, ramah-tamah sebagian, peninggalan-peninggalan warisan leluhur yang berupa Candi-candi, budaya, adat dan lain sebagainya. Sedangkan di arab anda bayangkan sendiri.....tunggu bukti kasunyatan lainnya.

SEJARAH KOTA GEDAH

Ki Dermakanda yang mewakili Mas Ngabei Purbawijaya kembali bertanya kepada Pak Sondong yang masih kerasukan Buta Locaya,"Saya ini orang Kadiri asli dan masih keturunan Pangeran Ketawengan, tetapi saya tak mengetahui benar mengenai letak patilasan-patilasan". Saya bertanya kepada orang-orang tua, di mana bekas tempal tinggal Pangeran Gunung Sari, tetapi tidak ada yang sejelas keterangan Ki Buto Locaya (Orang jujur dianggap buta dan bodoh oleh bangsa arab). Pak Sondong (Buta Locaya) langsung memotong kalimat Mas Ngabei Purba Widjaja,"Kecuali itu, di Kadiri ini orang Jawanya belum begitu banyak. Jelasnya sebab pada jaman dulu para wali saya hadang dan tidak saya perkenankan masuk ke Kadiri. Wali itu (Bonang) saya hadang di Desa Singkal, Lalu saya suruh kembali pulang ke asalnya, sebab para wali itu tidak baik kelakuannya, suka membujuk, suka mencela, suka mengganggu agar orang mau memeluk agamanya dan suka menyiksa. (Terbukti sekarang yang di lakukan oleh oknum / kelompok islam yang masih sampai detik ini kenyataannya suka mencela, mengganggu dan lain sebagainya). Karena itu setelah saya tahu bahwa Sunan Bonang akan masuk Kadiri, semua tingkah lakunya saya amati baik-baik. bagaimana cara dia akan mempengaruhi orang-orang Kadiri agar memeluk agama islam. Setelah sampai di Kertosono (sekarang masuk menjadi wilayah Kabupaten Nganjuk), wali itu memperlihatkan kesaktiannya (kesombongannya). Sungai Berantas yang melalui sebelah barat kota Kertosono di ubah pindah ke sebelah timur kota Kertosono, seketika itu juga sungai berantas pindah ke sebelah timur kota itu. Tempat itu di sebut Kota Gedah. Orang-orang di tempat itu di kutuk, yang laki-laki tidak akan kawin sebelum menjadi bujang lapuk, sedang anak gadis di kutuk tak akan bersuami bila tidak menjadi perawan tua. Dan tanah itu di kutuk kekurangan air biar jadi padang pasir seperti di arab. Setelah saya mengetahui perbuatan Sunan Bonang, saya berfikir bahwa dia suka menyusahkan orang lain atau orang banyak, sebab sawah dan ladang yang di lalui sungai yang baru pindah akan rusak. Orang-orang desa pasti susah, lebih-lebih para petani. Karenanya saya mengumpulkan teman-teman termasuk dari mahkluk halus (sebutannya). Mereka saya ajak menghadang perjalanan Sunan Bonang di Desa Singkal. Saya berusaha mencegah Dia agar tidak masuk ke daerah Kadiri. Saya Pura-pura menjadi manusia (karena di anggap bukan manusia oleh wali itu red) dan bernama Kiyayi Combre, semua mahhkluk halus saya suruh bersiap-siaga di lapangan tepi sungai Berantas di sebelah selatan desa Singkal. Tak lama kemudian Dia datang dari sebelah utara bersama tiga santrinya (atau temannya saya tidak tahu). Kemudian saya dekati mereka, saya bertanya kepada mereka, mereka mengaku dari Tuban dan bernama dengan sebutan Sunan Bonang. Sebaliknya saya juga di tanya. Dan saya mengaku bernama Kiyayi Combre, tetapi dia tidak dapat di kelabui lalu bersabda, "Sebenarnya Engkau bukan manusia tetapi mahkluk halus, namamu sebenarnya Ki Buta Locaya, datu kota Kadiri". Sunan Bonang melanjut sabdanya, "E...e...ee....Buta Locaya jika aku tak engkau perkenankan masuk ke kota Kadiri, aku akan menyeberang sungai ke sebelah timur sungai berantas ini. Anak cucumu kaum mahkluk halus yang berjumlah ribuan, jangan sampai menghalangi perjalananku. Ber tahu mereka. Setelah Sunan Bonang bersabda demikian, rasa badanku menjadi lemah, tak berdaya, lelah, lesu, kepala pening, badanku menjadi lemas tak berdaya, seolah-olahtiada bertulang dan berurat dn tak bertenaga. Lalu dia bersabda lagi. "Eee Buta Locaya, kecuali engkau melarang aku masuk ke Kadiri, Tuhan Allah masih belum memberikan ijin atau belum mengijinkan aku meneruskan jaran Rasul di Tanah Kadiri, sekarang tunjukkan kepadaku di mana letak kota Mamenang, sebab aku ingin tahu bekas keraton Prabu Aji Jayabaya". Saya menjawab kepada Bonang," Bekas Kerajaan Mamenang terletak di sebelah timur. Tempat itu di sana. Dia berkata lagi," Aku hanya berpesan kepadamu, desa yang terletak di sebelah selatan Singkal berilah nama Desa Combre, tujuannya untuk mengenang pertemuanku dengan engkau di tempat itu, tempat yang terletak di sebelah selatan itu berilah nama Desa Kawanguran sebab saya di ketahui oleh mahkluk-mahkluk halus ketika datng kemari". Saya bertanya lagi pada Bonang, "Apa sebabnya andika mengutuk orang-orang desa Singkal yang laki-laki tak akan kawin sebelu menjadi bujang lapuk atu perjaka tua. Yang wanita tidak akan dapat jodoh bila belum menjadi perawan tua ?". Dan lagi mengapa sungai Brantas Andika pindah ke sebelah timur ?. Dan nama desa itu Kau ganti namanya menjadi Gedah, dan sabdakan kekurangan air di tempat itu ?". Sunan Bonang berkata lagi, "Ki Buta Locaya, ketahuilah, mengapa saya kutuk daerah ini menjadi kering, karena pada suatu hari ketika saya merasa haus, saya kemudian masuk ke desa dengan maksud minta air minum. Kebetulan waktu itu ada seorang anak gadis keluar dari dalam rumah. Aku lalu minta air. "Genduk, aku minta air yang di peram sedikit saja untuk di minum". Jawaban anak gadis itu begini, "Minta air yang di peram ?. Adakah air yang di peram kecuali air seni". Setelah aku mendengar jawabannya yng demikian, aku berpendapat bahwagadis itu lancang mulut dan tidak bersopan santun kepada orang tua ( bukti bahwa sunan atau wali tersebut tidak di kehendaki ) . Itulah sebabnya aku mengutuk mereka. Padahal maksudku air yng di imbu atau di peram ialah air yang sudah lama di biarkan dan mengendap, tentunya airnya menjadi bersih dan sejuk segar. Air yang demikian pasti menghilangkan rasa haus walaupun minum hanya sedikit. Ketika aku mendengar jawabannya yang begitu itu aku marah sekali dan jadi minum (gengsi). Aku hendak minum air bengawan, airnya keruh. Aku lalu berkata, "Desa ini memang kurang air atau kering. Seketika itu sungai atau bengawan itu pindah dari barat ke timur". Adaun sebabnya kota ini aku ganti namanya dengan kota Gedah ialah ketika aku bertanya kepada penduduk di sini "kota ini bernama apa" Jawab mereka orang yang tinggal di sebelah timur bengawn beragama mutihan begitu kata populernya orang yang memeluk agama islam yang datang dari arab padang pasir, sedangkan orang yang di sebelah barat sungai beragama irengan atau hitam sebutan untuk orang yang masih melaksanakan ajaran Budo. Karena itu pula kota yang ada di sebelah barat sungai aku beri nama kota Gedah yang artinya mereka masih lebih terang bila ber agama Budha ( walaupun agama budha di sebut agama irengan atau hitan tetapi kenyataannya mereka masih menganggap lebih jelas atau terang, baik menyembah kekuasaan, kekuatan yang di atas kekuasaan atau kekuatan manusia). Artinya se-Gedah ialah hitam muda (abu-abu) maksudnya walaupun hitam masih terang (putih). Dari kata se-Gedah lama-lama menjadi Gedah. (Hal ini menjadi sejarah desanya ada, orang-orangnya ada dan kekurangan air, kasunyatan silahkan di cek sendiri ke desa yang di sebut. Itulah salah satu kelakuan orang yang katanya suci / wali / utusan kerjaannya hanya merusak dan terbukti sekarang banyak mengaku tokoh-tokoh islam tapi kenyataannya hanya jadi provokator untuk merusak tatanan negeri Nusantara). Di kutip dari penerbit Bhokhl Mpu Tan Khoen Swie.

MAJAPAHIT DI SERANG DEMAK

Kerajaan Majapahit runtuh sebab di serbu oleh Raden Patah, kemudian menjadi Sultan Demak asuhan para Sunan. Pada masa pemerintahannya, semua orang yang yang masih ber-Agama Budha (Siwa Buda) di ganggu dan di sita seluruh kekayaannya. Harta benda milik rakyat di rampas, Candi-candi dan patung-patung di hancurkan atau di buang ke hutan rimba. Semua buku -buku agama atau semua buku yang berisi ajaran Buda (ajaran budi pekerti) di bakar. Orang-orang yang mau memeluk agama islam di muliakan. Mereka di beri gelar Kiyayi Ageng, di beri tanah dan di merdekakan. Karena itu banyak orang yang takluk dan memeluk agama islam yang di bawa pedagang gujarat import dari tanah arab yang panas. Hingga Agama Budha tak terpakai lagi. Sejak berdirinya kerajaan Demak hingga Pajang, sang Raja tidak mau tahu tentang ajaran agama Budha. Apabila masih ada yang menyimpan buku-buku yang berisi ajaran Budha di ambil lalu di bakar, sebab sang Sultan sudah mabuk kulhu, kenyang dengan do`a dan solawat. Setelah di perintah raja Mataram barulah sang raja mau mengumpulkan buku-buku Buda lagi (lontar-lontar) atau bacaan-bacaan kuno. Tetapi keraton sudah sepi, tak ada sama sekali. Lalu raja itu mengutus ke luar negeri atau ke negeri asing, ke dusun-dusun untuk mencari buku-buku atau bacaan-bacaan kuno. Barang siapa yang masih memiliki di ambil atau di minta. Mereka memang berhasil, tetapi merupakan bagian yang kecil-kecil dan teratur, tak ada yang lengkap. Pada jaman itu setelah mendapatkan buku-buku itu lalu di serahkan kepada Pujangga. Kemudian pujangga itu di minta untuk menyusun atau menggubah karangan berdasarkan isi buku-buku kuna itu, lalu menjadi pakem atau babad yang tersebar sampai sekarang. Karena itu cerita-cerita itu tak ada yang lengkap, sebab hanya dari perkiraan saja tidak berdasarkan catatan-catatan otentik. Karena pandainya pujangga menyusun karangan, maka karangan itu seolah-olah menceritakan keadaan yang sebenarnya. Sesungguhnya karangan pujangga itu tidak seratus persen betul. Hanya kira-kira saja. Sedangkan keterangan atau penjelasan di sini adalah yang paling benar, karena menyaksikan sendiri. (di kutip dari penerbit Tan Khoen Swie Kadiri di perlindoengi Hak Pengarang Stb.1912 N0.600 Fatsal II)

Blogger Template by Blogcrowds