MAJAPAHIT DI SERANG DEMAK
Kerajaan Majapahit runtuh sebab di serbu oleh Raden Patah, kemudian menjadi Sultan Demak asuhan para Sunan. Pada masa pemerintahannya, semua orang yang yang masih ber-Agama Budha (Siwa Buda) di ganggu dan di sita seluruh kekayaannya. Harta benda milik rakyat di rampas, Candi-candi dan patung-patung di hancurkan atau di buang ke hutan rimba. Semua buku -buku agama atau semua buku yang berisi ajaran Buda (ajaran budi pekerti) di bakar. Orang-orang yang mau memeluk agama islam di muliakan. Mereka di beri gelar Kiyayi Ageng, di beri tanah dan di merdekakan. Karena itu banyak orang yang takluk dan memeluk agama islam yang di bawa pedagang gujarat import dari tanah arab yang panas. Hingga Agama Budha tak terpakai lagi. Sejak berdirinya kerajaan Demak hingga Pajang, sang Raja tidak mau tahu tentang ajaran agama Budha. Apabila masih ada yang menyimpan buku-buku yang berisi ajaran Budha di ambil lalu di bakar, sebab sang Sultan sudah mabuk kulhu, kenyang dengan do`a dan solawat. Setelah di perintah raja Mataram barulah sang raja mau mengumpulkan buku-buku Buda lagi (lontar-lontar) atau bacaan-bacaan kuno. Tetapi keraton sudah sepi, tak ada sama sekali. Lalu raja itu mengutus ke luar negeri atau ke negeri asing, ke dusun-dusun untuk mencari buku-buku atau bacaan-bacaan kuno. Barang siapa yang masih memiliki di ambil atau di minta. Mereka memang berhasil, tetapi merupakan bagian yang kecil-kecil dan teratur, tak ada yang lengkap. Pada jaman itu setelah mendapatkan buku-buku itu lalu di serahkan kepada Pujangga. Kemudian pujangga itu di minta untuk menyusun atau menggubah karangan berdasarkan isi buku-buku kuna itu, lalu menjadi pakem atau babad yang tersebar sampai sekarang. Karena itu cerita-cerita itu tak ada yang lengkap, sebab hanya dari perkiraan saja tidak berdasarkan catatan-catatan otentik. Karena pandainya pujangga menyusun karangan, maka karangan itu seolah-olah menceritakan keadaan yang sebenarnya. Sesungguhnya karangan pujangga itu tidak seratus persen betul. Hanya kira-kira saja. Sedangkan keterangan atau penjelasan di sini adalah yang paling benar, karena menyaksikan sendiri. (di kutip dari penerbit Tan Khoen Swie Kadiri di perlindoengi Hak Pengarang Stb.1912 N0.600 Fatsal II)